anak sekolah sedang persiapan menjelang ujian akhir
menyaksikan satu dua tiga orang tua yang harap-harap cemas atas masa depan anaknya
bercita-cita agar anaknya bisa diterima di sekolah yang baik
saya mungkin satu dari beberapa orang anak yang gak meresahkan orang tua dalah hal satu ini.
masa sekolah bisa dibilang adalah masa jaya saya di masa lalu.
selalu sepuluh besar di esde dan sempat memeriahkan cerdas cermat tingkat kecamatan ato kabupaten lah itu saya lupa,
di esempe sempat menjadi siswa dengan kumulatif nilai ujian akhir tertinggi se sekolahan,
di esem'a juga sempat menjadi juara dalam lomba karya tulis bareng temen-temen, sekali pernah jadi juara kelas, dan meski pernah terddepak dari kelas unggulan di esempa paling favorit di kota saya, saya merasa masa esema saya cukup memuaskan.
lalu melanjutkan ke universitas terkemuka di jatim sebagai opsi kedua saya karena opsi pertama tidak lulus.
saya pernah bercita-cita menjadi mahasiwa ITS loh... tapi nggak kesampaian :D nggak papa, suami saya masih ada bau ITSnya. hehe.
saya lulus cum laude dari unair meski sempat mencret-mencret beberapa waktu sebelum ujian skripsi. uhhh..... alam bawah sadar saya grogi waktu itu. hihi.
riwayat pendidikan saya oke.
bagemana jika saya adalah anak sekolah dimasa kini?
dengan kemampuan orang tua di masa itu?
(di masa kuliah saya, ayah ibu saya juga menyekolahkan sepupu dan adik saya. sepupu saya setingkat. juga kuliah. dan saya inget betul betapa masa itu kulit ayah saya jauh lebih hitam dari biasanya karena beliau bekerja lebih keras di sawah guna menambah penghasilan keluarga biar anak-anaknya ini bisa sekolah dengan tenang).
bayangkan jika saya sekolah di masa sekarang....
trennya adalah: spp gratis tapi biaya masuk sekolah favorit mahal. sumbangan mahal. beli buku mahal. nggak cukup belajar di sekolah, mereka juga ikut bimbingan belajar yang sppnya sama kayak biaya kuliah saya bahkan jauh lebih mahal. pendidikan yang berkualitas makan uang banyak. pendidikan sudah menjadi bisnis.
dulu..... di sma biaya spp saya 11ribu dan paling mahal 14ribu. saya lupa berapa waktu sd, tapi di esde dan esempe saya mendapat fasilitas buku dari sekolah. mendapat pinjaman dari perpustakaan. di sma juga gitu deh seinget saya, meski beberapa perlu beli buku mandiri.
kemaren mendengar cerita seorang teman kerja yang anaknya beranjak esempe.
mau masuk smp favorit musti mahir komputer dasar (word, excel, email). berarti sejak esde sudah harus mulai belajar ini. berarti kalo gak punya lapotop ato komputer, orang tua anak esde yang pengen menyekolahkan anaknya di sekolah favorit musti kasih uang saku ekstra biar anaknya bisa maen komputer di rental.
mau masuk smp favorit ada ujian tersendiri, nggak semata-mata pake nilai ujian akhir ato nilai rapot.
mau masuk smp favoorit musti melalui wawancar bahasa inggris... secara ini kampung dan kebanyakan ortu nggak familiar sama bahasa inggris, bisa dipastikah bahwa sejak esde anak-anak itu musti kursus bahasa inggris dulu.
haduuhh... belajar lagi. belajar itu melelahkan. dunia anak sekolah jaman sekarang jauh lebih melelahkan daripada jaman saya dulu.
kenapa mau di sekolah favorit?
antara lain agar pergaulan juga diantara orang-orang yang berkualitas, nggak slengekan, nggak brutal,orang-orang bermutu, dengan pembimbing yang bermutu.
intinya saya ini mau ngomong apa sih?!
intinya, orang tua bercita-cita agar anaknya itu punya masa depan yang cerah. salah satu diantaranya adalah memberikan ia lingkungan yang baik termasuk lingkungan pendidikan.
saya belum benar-benar memikirkan pendidikan yang baik itu seperti apa (biar nanti saya pikirkan dalam-dalam sebelum saya mulai menyekolahkan anak saya). tapi katakanlah disini pendidikan yang baik itu identik dengan sekolah favorit. sekolah favorit itu melelahkan (menurut saya).
kenapa nggak yang biasa-biasa aja... siswanya heterogen, jadi nggak kaget pas masuk ke dunia nyata.
(saya sempat kaget masuk ke dunia nyata karena waktu sekolah dunia itu sederhana dan semuanya baik, sementara di dunia nyata banyak hal busuk)
tapi kalo sekolah yang biasa aja takutnya anak-anak ketularan kelakuan songong temennya...
jadi kira-kira.. amannya.. anak itu musti diperkuat karakternya ya.
membangun kepribadian positif mereka sejak dini,, lalu saat mereka udah gede, biar dimanapun mereka berada, mereka udah cukup aman karena punya spons yang cukup handal buat menyerap segala energi positif di sekeliling mereka plus tameng yang cukup kuat agar tak tarlukai oleh energi negatif.
menyaksikan satu dua tiga orang tua yang harap-harap cemas atas masa depan anaknya
bercita-cita agar anaknya bisa diterima di sekolah yang baik
saya mungkin satu dari beberapa orang anak yang gak meresahkan orang tua dalah hal satu ini.
masa sekolah bisa dibilang adalah masa jaya saya di masa lalu.
selalu sepuluh besar di esde dan sempat memeriahkan cerdas cermat tingkat kecamatan ato kabupaten lah itu saya lupa,
di esempe sempat menjadi siswa dengan kumulatif nilai ujian akhir tertinggi se sekolahan,
di esem'a juga sempat menjadi juara dalam lomba karya tulis bareng temen-temen, sekali pernah jadi juara kelas, dan meski pernah terddepak dari kelas unggulan di esempa paling favorit di kota saya, saya merasa masa esema saya cukup memuaskan.
lalu melanjutkan ke universitas terkemuka di jatim sebagai opsi kedua saya karena opsi pertama tidak lulus.
saya pernah bercita-cita menjadi mahasiwa ITS loh... tapi nggak kesampaian :D nggak papa, suami saya masih ada bau ITSnya. hehe.
saya lulus cum laude dari unair meski sempat mencret-mencret beberapa waktu sebelum ujian skripsi. uhhh..... alam bawah sadar saya grogi waktu itu. hihi.
riwayat pendidikan saya oke.
bagemana jika saya adalah anak sekolah dimasa kini?
dengan kemampuan orang tua di masa itu?
(di masa kuliah saya, ayah ibu saya juga menyekolahkan sepupu dan adik saya. sepupu saya setingkat. juga kuliah. dan saya inget betul betapa masa itu kulit ayah saya jauh lebih hitam dari biasanya karena beliau bekerja lebih keras di sawah guna menambah penghasilan keluarga biar anak-anaknya ini bisa sekolah dengan tenang).
bayangkan jika saya sekolah di masa sekarang....
trennya adalah: spp gratis tapi biaya masuk sekolah favorit mahal. sumbangan mahal. beli buku mahal. nggak cukup belajar di sekolah, mereka juga ikut bimbingan belajar yang sppnya sama kayak biaya kuliah saya bahkan jauh lebih mahal. pendidikan yang berkualitas makan uang banyak. pendidikan sudah menjadi bisnis.
dulu..... di sma biaya spp saya 11ribu dan paling mahal 14ribu. saya lupa berapa waktu sd, tapi di esde dan esempe saya mendapat fasilitas buku dari sekolah. mendapat pinjaman dari perpustakaan. di sma juga gitu deh seinget saya, meski beberapa perlu beli buku mandiri.
kemaren mendengar cerita seorang teman kerja yang anaknya beranjak esempe.
mau masuk smp favorit musti mahir komputer dasar (word, excel, email). berarti sejak esde sudah harus mulai belajar ini. berarti kalo gak punya lapotop ato komputer, orang tua anak esde yang pengen menyekolahkan anaknya di sekolah favorit musti kasih uang saku ekstra biar anaknya bisa maen komputer di rental.
mau masuk smp favorit ada ujian tersendiri, nggak semata-mata pake nilai ujian akhir ato nilai rapot.
mau masuk smp favoorit musti melalui wawancar bahasa inggris... secara ini kampung dan kebanyakan ortu nggak familiar sama bahasa inggris, bisa dipastikah bahwa sejak esde anak-anak itu musti kursus bahasa inggris dulu.
haduuhh... belajar lagi. belajar itu melelahkan. dunia anak sekolah jaman sekarang jauh lebih melelahkan daripada jaman saya dulu.
kenapa mau di sekolah favorit?
antara lain agar pergaulan juga diantara orang-orang yang berkualitas, nggak slengekan, nggak brutal,orang-orang bermutu, dengan pembimbing yang bermutu.
intinya saya ini mau ngomong apa sih?!
intinya, orang tua bercita-cita agar anaknya itu punya masa depan yang cerah. salah satu diantaranya adalah memberikan ia lingkungan yang baik termasuk lingkungan pendidikan.
saya belum benar-benar memikirkan pendidikan yang baik itu seperti apa (biar nanti saya pikirkan dalam-dalam sebelum saya mulai menyekolahkan anak saya). tapi katakanlah disini pendidikan yang baik itu identik dengan sekolah favorit. sekolah favorit itu melelahkan (menurut saya).
kenapa nggak yang biasa-biasa aja... siswanya heterogen, jadi nggak kaget pas masuk ke dunia nyata.
(saya sempat kaget masuk ke dunia nyata karena waktu sekolah dunia itu sederhana dan semuanya baik, sementara di dunia nyata banyak hal busuk)
tapi kalo sekolah yang biasa aja takutnya anak-anak ketularan kelakuan songong temennya...
jadi kira-kira.. amannya.. anak itu musti diperkuat karakternya ya.
membangun kepribadian positif mereka sejak dini,, lalu saat mereka udah gede, biar dimanapun mereka berada, mereka udah cukup aman karena punya spons yang cukup handal buat menyerap segala energi positif di sekeliling mereka plus tameng yang cukup kuat agar tak tarlukai oleh energi negatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar