Suara bising ambulans membelah padatnya jalanan, aku mengekor di belakangnya sambil tersedu sedan. Di dalamnya ada jasad sahabat baikku. Perempuan yang dulu berjanji akan menjadi teman terbaikku seumur hidupnya, dan ia menepati itu. Menjadi orang baik hingga akhir hayat, yang nggak pernah marah, sabarnya seluas samudera. Hari ini aku kehilangannya.
Di rumah duka, aku menyeruak kerumunan, ingin memeluknya untuk terakhir kali. Namun aku kaget ketika yang kulihat adalah diriku sendiri. Terbaring di sana. Mati.
Aku lunglai. Apakah yang aku lihat salah? Tidak… itu benar-benar aku. Apakah aku benar-benar sudah mati? Tapi mengapa aku masih disini? Sudahlah, aku tidak bisa berpikir lagi. Aku pingsan saja dulu.
Emma!! Suara Nisa tetiba mengagetkanku.
Titip badanku ya. Nggak papa ya… Aku sudah bicara pada Malaikat Daur Ulang untuk mengambil tubuhmu menggantikan tubuhku. Sekarang kamu juga sudah bisa pergi dari episode yang tidak kamu kehendaki ini. Tetap kuat ya walau tanpa aku. Titip jaga badanku baik-baik.
Aku mencoba mencerna setiap kejadian. Aku saat ini ada di tubuh Nisa. Raga yang ia jaga sepenuh hati sebelumnya. Tubuhku yang itu sudah di atas keranda. Sayup aku mendengar tangisan “Siapa nanti yang akan mengurus pengobatan bapak, siapa nanti yang akan membiayai sekolah anak-anak”. Ah itu orang tua asuhku, penguras isi dompet dan mentalku.
Aku terbangun karena ada yang membasahiku. Hujan. Ini bukan sembarang hujan. Bagiku ini hujan yang teramat suci, dari tempat dulu Nabi Musa dihanyutkan oleh Ibunya. Setelah hari itu, aku menjalani hidup sebagai Nisa yang baru. Meninggalkan keluarga asuhku yang benalu, menyembuhkan hati dan mengejar mimpi hingga aku sampai di tempat aku dan Nisa dulu ingin sekali menepi, di bawah langit Sungai Nil.
---
Tulisan pertamaku di kelas Elzahracademy
x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar