Beruntung adalah ketika suatu hari ada yang mengajak kami pergi ke sebuah destinasi wisata yang sejak lama saya ingin kesana.
Puncak B29.
Tempat yang luar biasa indah, bikin merinding, bikin pengen nangis, bikin bahagia, bikin merasa luar biasa.
|
Wid my Beloved Handsome Husband, berlatar belakanga gunung Bromo |
|
Hamparan permadani awan |
Melihat dunia dari sudut pandang yang lebih tinggi, lebih terbuka, memberikan pemandangan yang sangat berbeda.
Gunung bromo yang sejatinya besar, tampak seperti gundukan tanah kecil saja. Hamparan pasir dan savana yang luas pun terlihat seperti pelataran dengan semut-semut kecil merayap. padahal itu mobil-mobil petualang...
Begitupun awan, tampak empuk, nyaman, indah, aahhhhh.... Maha Luar Biasa Engkau yang menciptakan segalanya ini Ya Rabb...
Lelah dan tegang sepanjang perjalanan naik, rasanya sirna, seketika berubah menjadi perasaan takjub, menggenangi rongga dada dengan kebahagiaan.
Saya nggak jalan kaki naik ke puncak, saya naik ojek meski becek. Dan itu, selain berat di ongkos (kali ini alhamdulillah ada yang bayarin), rasanya lebih horor daripada naik roller coaster. karena jalanan yang begitu menanjak, licin, berlumpur, berbatu, yang kalo tergelincir saya bisa nggelundung mampus ke bawah sana. huaaaaa.... nggak pake APD apapun! sungguh seperti berada di tepi kematian.
Perjalanan ini analog dengan perjalanan kehidupan
bahwa ada perjuangan yang sangat bikin nggak enak hati sebelum akhirnya kita sampai di suatu zona yang keindahannya tak terkatakan.
Bahwa seringkali pikiran kita terhalang oleh sudut pandang
ketika kita menjadi lebih tinggi (wawasan, ilmu, keberserahan) dan lebih terbuka, maka sesuatu (termasuk masalah) yang (se) besar (gunung bromo) pun akan terlihat nggak besar-besar amat.
Ah ya bilang itu kecil. Mata manusia saja bisa bilnag itu kecil. apalagi mata Tuhan???
Yakin deh, buat Allah gunung semeru pun kecil saja. apalagi seorang saya? apalagi masalah masalah saya?
Keberserahan padaNya pastilah menjadi jalan keluar.