Dibuat terkejoed dengan kepindahan seseteman yang menurut saya all out di pekerjaannya namun konon ada kebijakan riskan yang tidak bisa dia ikuti sehingga dia yang seorang busui dipindahtugaskan puluhan kilometer dari rumah.
Waw!
Lalu seorang kawan berpendapat
Bahwa kita bekerja untuk keluarga, jangan sampai kita melalaikan keluarga demi tugas.
Saya sepakat.
Faktanya bahkan organisasi yang kita bela belain sampai melalaikan keluarga pun gak bisa belain kita kalau kita kenapa kenapa.
Terutama buat seorang perempuan
Yang tugasnya di rumah, walau sebagian bisa didelegasikan pada mesin dan asisten, ada tugas tugas besar penting.
Ialah memupuk hal hal baik, sesuai standar dan norma, sebagai bekal kehidupan penerusnya. Tentu saja tidak sendiri, tapi bersama sang suami.
Dua minggu ini, alhamdulillah, allah memberi kami jeda untuk merawat jiwa raga kami.
Setelah saya yang dirawat di rumah sakit, sekarang giliran dia dan saya yang menemani.
Alhamdulillah atasan saya tidak mempermasalahkan cuti yang sering untuk kepentingan pribadi ini. Alhamdulillah staff saya pun in sya allah dapat diandalkan mengerjakan tugas tugas negara.
Kenapa sakit?
Apakah kamu tidak menjaga kesehatan?
Hmmmm
Pertama, suka suka Allah aja, Dia bisa jadi ingin menguji sekaligus memberi pengampunan atas dosa kita melalui sakit. Mengangkat derajat kita, dan sebagainya.
Kedua, saya rasa kami sudah menjaga kesehatan menurut standar kami, kebiasaan - lebih tepatnya.
Makan ya segitu gitu aja
Minum ya segitu gitu aja
Kebiasaan keluarga yang sudah melekat.
Nah, kemudian disinilah saya berpikir...
Oh, jika Allah mengijinkan saya menjadi ibu, maka keluarga saya - anak anak kami - akan menjadi prioritas.
Membangun kebiasaan dari rumah sedini mungkin dengan riang gembira sehingga protokol protokol hidup sehat jiwa raga bisa dijalani tanpa merasa berat.
Bismillah
Ridhoi setiap ikhtiar kami ya Allah